Farmakologi Veteriner ANTIDIARE

PENDAHULUAN


Latar Belakang

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari)  yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak  pada perinal, dan rasa terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal (Daldiyono 1990). Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa terjangkit diare. Jenis penyakit diare bergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne 2011).
Beberapa hal yang dapat menyebabkan diare antara lain (National Digestive Diseases Information Clearinghouse 2007): (1) Infeksi bakteri.beberapa jenis bakteri dikonsumsi bersama dengan makanan atau minuman, contohnya Campylobacter, Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli (E. coli). (2) Infeksi virus beberapa virus menyebabkan diare, termasuk rotavirus, Norwalk virus, cytomegalovirus, herpes simplex virus, and virus hepatitis. (3) Intoleransi makanan beberapa orang tidak mampu mencerna semua bahan makanan, misalnya pemanis buatan dan laktosa. (4) Parasit .parasit dapat memasuki tubuh melalui makanan atau minuman dan menetap di dalam system pencernaan. Parasit yang menyebabkan diare misalnya Giardia lamblia, Entamoeba histolyticaand Cryptosporidium. 
Pada anak anak dan orang tua diatas 65 tahun diare sangat berbahaya. Bila penanganan terlambat dan mereka jatuh ke dalam dehidrasi berat maka bisa berakibat fatal.  Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan cairan, kekurangan kalium (hipokalemia) dan adakalanya acidosis (darah menjadi asam), yang tidak jarang berakhir dengan shock dan kematian. Keadaan ini sangat berbahaya terutama bagi bayi dan anak-anak kecil, karena mereka memiliki cadangan cairan intrasel yang lebih sedikit sedangkan cairan ekstra-selnya lebih mudah lepas daripada orang dewasa (Adnyana 2008).         Praktikum bertujuan untuk mengetahui kegunaan obat anti diare, serta dapat membandingkan mekanisme kerja masing-masing obat anti diare yang digunakan.

TINJAUAN PUSTAKA

Obat-obatan antidiare dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya menjadi beberapa golongan, di antaranya golongan oralit, adsorben, serta antimotilitas. Obat antidiare yang termasuk golongan oralit adalah alphatrolit, aqualyte, dan bioralit. Obat antidiare yang termasuk golongan adsorben memiliki beberapa zat aktif, yaitu kaolin, attapulgit, serta karbo absorben. Obat-obatan dengan zat aktif kaolin contohnya adalah entrostop. Obat-obatan dengan zat aktif attapulgit contohnya adalah new diatab, sedangkan contoh obat dengan zat aktif karbo absorben adalah norit. Golongan yang terakhir yaitu antimotilitas, memiliki zat aktif codein, co-fenotrop, loperamid, hidroklorida, dan morfin. Contoh obat golongan tersebut adalah Lomodium (Howard 1989).


Berbagai mikroba seperi bakteri, parasit, virus dan kapang bisa menyebabkan diare dan muntah. Keracunan pangan yang menyebabkan diare dan muntah, disebabkan oleh pangan dan air yang terkontaminasi oleh mikroba. Pada tulisan ini akan dijelaskan mekanisme diare dan muntah yang disebabkan oleh mikroba melalui pangan terkontaminasi. Secara klinis, istilah diare digunakan untuk menjelaskan terjadinya peningkatan likuiditas tinja yang dihubungkan dengan peningkatan berat atau volume tinja dan frekuensinya. Seseorang dikatakan diare jika secara kuantitatif berat tinja per-24 jam lebih dari 200 gram atau lebih dari 200 ml dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari (Putri 2010).
Diare yang disebabkan oleh patogen enterik terjadi dengan beberapa mekanisme. Beberapa patogen menstimulasi sekresi dari fluida dan elektrolit, seringkali dengan melibatkan enterotoksin yang akan menurunkan absorpsi garam dan air dan/atau meningkatkan sekresi anion aktif. Pada kondisi diare ini tidak terjadi gap osmotik dan diarenya tidak berhubungan dengan isi usus sehingga tidak bisa dihentikan dengan puasa. Diare jenis ini dikenal sebagai diare sekretory. Contoh dari diare sekretori adalah kolera dan diare yang disebabkan oleh enterotoxigenic E. coli (Putri 2010).
Beberapa patogen menyebabkan diare dengan meningkatkan daya dorong pada kontraksi otot, sehingga menurunkan waktu kontak antara permukaan absorpsi usus dan cairan luminal. Peningkatan daya dorong ini mungkin secara langsung distimu-lasi oleh proses patofisiologis yang diaktivasi oleh patogen, atau oleh peningkatan tekanan luminal karena adanya akumulasi fluida. Pada umumnya, peningkatan daya dorong tidak dianggap sebagai penyebab utama diare tetapi lebih kepada faktor tambahan yang kadang-kadang menyertai akibat-akibat patofisiologis dari diare yang diinduksi oleh patogen (Putri 2010).
Pada beberapa diare karena infeksi, patogen menginduksi kerusakan mukosa dan menyebabkan peningkatan permeabilitas mukosa. Sebaran, karakteristik dan daerah yang terinfeksi akan bervariasi antar organisme. Kerusakan mukosa yang terjadi bisa berupa difusi nanah oleh pseudomembran sampai dengan luka halus yang hanya bisa dideteksi secara mikroskopik. Kerusakan mukosa atau peningkatan permeabilitas tidak hanya menyebabkan pengeluaran cairan seperti plasma, tetapi juga mengganggu kemampuan mukosa usus untuk melakukan proses absorbsi yang efisien karena terjadinya difusi balik dari fluida dan elektrolit yang diserap. Diare jenis ini dikenal sebagai diare eksudatif. Penyebabnya adalah bakteri patogen penyebab infeksi yang bersifat invasive (Shigella, Salmonella) (Putri 2010).
Malabsorpsi komponen nutrisi di usus halus seringkali menyertai kerusakan mucosal yang diinduksi oleh patogen. Kegagalan pencernaan dan penyerapan karbohidrat (CHO) akan meningkat dengan hilangnya hidrolase pada permukaan membrane mikrovillus (misalnya lactase, sukrase-isomaltase) atau kerusakan membran microvillus dari enterosit. Peningkatan solut didalam luminal kare na malabsorbsi CHO menyebabkan osmolalitas luminal meningkat dan terjadi difusi air ke luminal. Diare jenis ini dikenal sebagai diare osmotik dan bisa dihambat dengan berpuasa (Putri 2010).
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Putri 2010).

Contoh obat Diare

Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut. Berdasarkan uji klinis didapatkan bahwa anti diare ini memberikan hasil klinis yang baik dan dapat ditoleransi oleh tubuh. Produk ini juga merupakan anti diare pertama yang cara kerjanya mengembalikan keseimbangan sistem tubuh dalam mengatur penyebaran air dan elektrolit ke usus. Selain itu, Hidrasec pun mampu menghambat enkephalinase dengan baik. Dengan demikian, efek samping yang ditimbulkannya sangat minimal.


Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai ialah kolik abdomen, sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.


Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide bekerja lokal pada saluran pencernaan.
·         Aktifitas antimikroba Nifuroxazide lebih besar dari obat anti infeksi intestinal biasa seperti kloroyodokuin.
·         Pada konsentrasi encer (1 : 25.000) Nifuroxazide masih memiliki daya bakterisidal.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus, kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut (Putri, 2010).  
            Diatabs termasuk obat anti diare dari golongan adsorben dengan zat aktif attapulgit. Adsorben memiliki pengertian menyerap di permukaan. Attapulgit merupakan zat magnesium aluminium yang dapat ditemui pada tanah. Sifat dari zat tersebut adalah menyerap cairan dan racun pada kotoran. Diatabs mengatasi diare dengan menyerap kuman atau toksin di permukaan saluran cerna, agar tidak sampai bersentuhan dengan permukaan usus. Toksin atau kuman yang bersentuhan dengan usus akan menyebabkan gerakan peristaltik usus meningkat sebagai refleks alami untuk mengeluarkan racun tersebut. Kerja dari diatabs yang bersifat menyerap kuman dan toksin menyebabkan obat golongan ini hanya berguna jika penyebab diare adalah infeksi ringan atau toksin. Penyebab yang berasal dari dalam tubuh tidak akan bisa diatasi oleh diatabs. Diatabs termasuk obat antidiare yang ampuh, relatif aman, dan bisa diminum oleh anak-anak, ibu hamil, juga ibu menyusui (Anief 1984).
Diatab atau new-diatab adalah nama dagang yang sangat popular dari obat diare di Indonesia. Kandungan diatab sebenarnya ialah attapulgit. Attapulgit hadir dalam berbagai nama dagang yang berbeda-beda di setiap negara. Diatab dapat dibeli bebas di warung atapun apotek. Namun sebenarnya penggunaan obat antidiare yang tidak pada tempatnya atau dosis yang tidak tepat menyebabkan kekacauan pada gerakan usus sehingga malah dapat menimbulkan nyeri perut dan kesulitan buang air besar. Diatab atau attapulgit merupakan zat magnesium aluminium yang dapat ditemui pada tanah. Zat ini memiliki sifat menyerap cairan dan racun pada kotoran. Dengan demikian, konsistensi kotoran akan kembali padat dan diare pun berkurang. Attapulgit diberikan untuk penderita diare akut, diare kronik, ataupun diare traveler (diare yang biasa dialami pelancong yang mengonsumsi makanan yang berbeda dari tempat tinggalnya) (Fredy 2013).
Papaverin termasuk obat spasmolitik muskulotrop yang memberi efek langsung pada otot polos. Papaverin: pemberian peroral pada kejang di daerah lambung, usus dan saluran urogenital. Papaverin (alkaloid opium ~1% dalam opium mentah) tanpa efek sentral, menekan kontraksi semua otot-otot polos tanpa selektivitas. Waktu paruh papaverin hingga 1 jam, metabolisme lebih dari 60% di hati (Schmitz 2003).
Kadar papaverin dalam opium sekitar 0,8-1,0 %. Papaverin diperoleh dari opium dengan cara ekstraksi. Kristal papaverin mempunyai titik lebur 147ºC, sulit larut dalam air, sedikit larut dalam kloroform dan karbontetraklorida, serta mudah larut dalam benzen dan aseton. Dalam kedokteran papaverin banyak digunakan sebagai spasmolitik, terutama untuk meredakan kejang-kejang yang disebabkan diare (Sumardjo 2006). Contoh obat spasmolitik (obat yang berkhasiat untuk meredakan kejang-kejang) adalah papaverin hidroklorida dan atropin sulfat.
Obat-obat antikholinergik menurunkan kram, motilitas usus, dan hipersekresi. Obat tersebut dapat digunakan bersama opium. Difenoksilat kira-kira 50% atropin. Atropin ditambahkan untuk mencegah penyalahgunaan dengan jumlah atropin di bawah kadar terapi. Antidiare seperti Donnagel dan Donnagel-PG mengandung atropin. Atropin diabsorpsi dengan baik di saluran gastrointestinal dan dimetabolit di hati lalu disekresikan melalui tinja dan kemih.  Atropin merupakan agonis opium dengan khasiat antikholinergik (atropin) yang mengurangi motilitas gastrointestinal (peristaltik). Waktu kerja atropin adalah 45-60 menit dengan waktu paruh 3-4 jam. Kontraindikasi pada penderita glaukoma. Jika atropin digunakan bersamaalkohol, narkotik atau hipnotik-sedatif, dapat terjadi depresi SSP (Kee 1994).
Imodium memiliki bahan aktif Loperamide HCl. Loperamide adalah derivat opium yang digunakan untuk mengatasi diare nonspesifik akut dan kronis. Loepramide hanya diabsorbsi sebagian. Loperamide dapat digunakan pada kasus diare hipersekretori. Penggunaan loperamide pada kucing dapat menyebabkan eksitasi jika diberikan melebihi dosis. Penggunaan loperamide pada anjing dapat menimbulkan efek sedativa. Obat ini dapat dikombinasikan dengan atropin dosis rendah. (Bishop 2005)
Bahan aktif yang terkandung dalam Entrostop adalah attapulgit. Attapulgit termasuk ke dalam golongan adsorben yang digunakan untuk mengurangi gejala penyakit. Zat ini bekerja tidak spesifik, dapat menyerapnutrien, toksin, obat, dan cairan pencerna. Adsorben merupakan komponen utama dalam sediaan antidiare untuk anak-anak. Pemberian adsorben bersma obat lain dapat menurunkan bioavailabilitas dan kerja obat lain. Attapulgit tersusun atas magnesium aluminium silikat yang terhidrasi secara alami. Efek samping yang dihasilkan minimal karena tidak diserap secara sistemik (Dipiro 2008).



METODOLOGI


Alat dan Bahan

            Alat yang digunakan pada praktikum adalah sonde lambung, spuid 1 ml, gunting, pinset, penggaris, benang, dan alas kayu. Bahan yang digunakan adalah tikus, NaCl fisiologis, immodium, diapet, diatab, enterostop, tanin, dan atropin.

Prosedur Percobaan

Obat diberikan melalui dua cara yaitu peroral dan subkutan. Obat-obat yang diberikan per oral yaitu NaCl fisiologis, Immodium (1mL/100gr bb), Enterostop (1mL/100gr bb). Obat yang diberikan secara subkutan adalah Atropin (0,2 mL) dan Papaverin (0,1 mL/10 gr bb). Mencit yang diberi obat secara subkutan 15 menit pasca injeksi obat diberi marker per oral (0,1 mL/10 gr bb) dan mencit yang diberi obat peroral diberi marker 45 menit pasca pemberian obat. Setelah 20 menit masing-masing mencit dimatikan. Nekropsi dilakukan dengan membuka bagian abdomen menggunakan pinset dan gunting. Lambung dan usus sampai rektum dikeluarkan dari tubuh mencit. Panjang usus diukur dari pylorus sampai rektum dengan menggunakan benang yang kemudian diukur kembali dengan penggaris. Lalu, pengukuran dilakukan kembali pada usus yang terwarnai dengan marker. Cara penghitungan efektivitas suatu obat adalah dengan menghitung rasio panjang usus terwarnai dengan panjang usus keseluruhan dikalikan 100%, makin kecil persentase yang dihasilkan, maka makin efektif sediaan tersebut.


HASIL DAN PEMBAHASAN


Marker dalam percobaan ini berfungsi untuk menentukan tingkat kontraksi usus. Semakin panjang marker semakin tinggi tingkat kontraksi usus. Berkurangnya panjang marker menunjukkan bekerjanya obat sebagai antidiare. Penggunaan NaCl fisiologis merupakan kontrol.

Tabel 1 Hasil perhitungan rasio panjang usus terhadap panjang marker pada berbagai sediaan antidiare
Kelompok
Sediaan
Panjang usus
Panjang marker
Rasio usus : marker
K1
Diapet
63
33
52%
K2
Diatap
62
19,5
31,4%
K3
Enterostop
41
12,6
30,7%
K4
NaCl fisiologis
49,2
38
77%
K5
Tanin
56,1
11
19,6%
K6
Immodium
54,5
20,5
37,6%
K7
Atropin
59,5
29,5
49,57%
           
Semakin kecil rasio atau perbandingan antara panjang usus dengan panjang marker, maka kualitas atau efektivitas sediaan yang diuji semakin baik. Hasil pada tabel menunjukkan bahwa sediaan yang sangat efektif sebagai obat antidiare adalah tanin, disusul dengan enterostop, diatap, immodium, atropin, dan diapet. Menurut Nurhalimah et al. 2015, senyawa tanin bersifat astringent. Mekanisme tanin sebagai astringent adalah dengan menciutkan permukaan usus atau zat yang bersifat proteksi terhadap mukosa usus dan dapat mengumpulkan protein. Hal tersebut menyebabkan tanin dapat membantu menghentikan diare.
            Imodium merupakan obat kimia yang dapat mengatasi diare. Immodium mengandung 2 mg Loperamid HCL. Loperamid HCL merupakan obat antidiare yang bekerja dengan cara bereaksi langsung pada otot-otot usus, menghambat peristaltik, dan memperpanjang waktu transit, memengaruhi perpindahan air dan elektrolit melalui mukosa usus, mengurangi volume fecal, menaikkan viskositas, dan mencegah kehilangan air dan elektrolit. Loperamide mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal. Onset kerja loperamide lebih cepat dengan durasi yang lebih lama sehingga diindikasikan untuk diare non-spesifik dan diare kronis. (Tjay dan Rahardja 2007).
            Diapet termasuk obat antidiare yang bersifat tradisional, karena mamiliki kandungan bahan-bahan alami seperti ekstrak daun jambu dan kunyit. Sama halnya dengan diatabs, enterostop juga merupakan obat antidiare dari golongan adsorben dengan bahan aktif attapulgit dan pektin. Atropin adalah obat sistem saraf otonom yang bersifat parasimpatolitik (antikolinergik). Obat tersebut memiliki efek menghambat efek parasimpatis, sehingga terhadap sistem pencernaan akan merelaksasi oto dan menurunkan peristaltik.


SIMPULAN

Efektivitas sediaan antidiare dapat diukur dengan menggunakan membandingkan pajang usus yang terdapat marker dengan panjang usus total. Semakin kecil perbandingannya, maka semakin efektif sediaan antidiare tersebut. Urutan sediaan obat antidiare yang paling efektif adalah tanin, disusul dengan enterostop, diatap, immodium, atropin, dan diapet.


DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, Ketut. 2004. Sekilas Tentang Diare. http://www.blogdokter.net/2008/10/30/sekilas-tentang-diare/. [Diakses tanggal 10 April 2011]
Anief M. 1984. Ilmu Farmasi. Jakarta(ID): Ghalia Indonesia.
Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. http://www.anneahira.com/diare-akut.htm. [Diakses tanggal 10 April 2011]
Bishop, Y. 2005. The Veterinary Formulary 6th Edition. Britain: The British Veterinary Association.
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal : 14-4.
Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta : Penerbit UI Press.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Dipiro JT et al. 2008. Pharmacotherapy  Principles & Practice. p. 684-689.
Fredy FC. 2013. Diatab (Attapulgit). [Internet] http://www.kerjanya.net/faq/5181-diatab-attapulgit.html. Diakses pada 7 Mei 2017.
Harkness, Richard. 1984. Interkasi Obat. Bandung (ID) : Penerbit ITB.
Howard AC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta(ID): UI Press.
Kee JL, Hayes ER. 1994. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Peter
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2007. Diarrhea. Available online at www.digestive.niddk.nih.gov . [Diakses tanggal 10 April 2011]
Putri
, Titian.2010.Diare. http://titianputri.blogspot.com/2010/02/diare-adalah.html . [Diakses tanggal 10 April 2011]
Schanack, W.
, et al. 1980. Senyawa ObatEdisi kedua. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Nurhalimah H, Wijayanti N, Widyaningsih TD. 2015. Efek Antidiare Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica L.) terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi Bakteri Salmonella thypimurium. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No. 3 p 1083-1094.
Schmitz GH, Lepper M, Heidrich. 2003. Farmakologi dan Toksikologi Edisi 3. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tjay TH dan Rahardja K. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat Penggunaan dan Efek Sampingnya Edisi IV. Jakarta(ID): Gramedia.



Comments

Popular posts from this blog

Theileria Pada Sapi

Mutia Dewi Assyifa